BANDUNG JAWA BARAT - Rangkaian peraturan terutama Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang diterbitkan untuk meredam gejolak kenaikan harga minyak goreng dalam waktu tiga bulan terakhir, dapat disebut sebagai Politik Hukum Minyak Goreng. Konon Pemerintah berlomba mengikuti harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang terus naik di pasar internasional. Kebijakan-kebijakan ini diambil setelah terjadi kelangkaan minyak goreng atau migor baik kemasan dan curah di mana-mana.
Kebijakan pertama yang dikeluarkan untuk menangani ketersediaan pasokan dan kestabilan harga, terbit pada 11 Januari 2022, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Permendag No. 1/2022 tentang perluasan jaringan minyak goreng dengan bantuan subsidi. Dana subsidi tersebut didapatkan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun demikian, aturan ini dinilai tidak efektif.
Pemerintah menerbitkan Permendag No.2/2022 tentang kewajiban pasar domestik (DMO) bagi eksportir CPO, refined belahed deodorized (RBD) Olein, dan minyak jelantah (UCO). Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga harga CPO di dalam negeri dengan meningkatkan pasokan di pasar domestik. Namun, harga minyak goreng tidak kunjung turun.
Pemerintah menerbitkan Permendag No.3/2022 tentang Minyak Goreng Satu Harga senilai Rp 14 ribu rupiah untuk minyak goreng kemasan, baik kemasan sederhana dan migor kemasan premium.Kebijakan migor satu harga ini mulanya akan berlangsung selama enam bulan sejak ditetapkan atau hingga 18 Juli 2022. Keadaan masih belum berubah, bahkan migor curah lebih mahal dari kemasan premium. Minyak goreng curah sempat menembus level Rp 20 ribu beberapa hari setelah kebijakan ini diterbitkan.
Sebelum Januari 2022 berakhir, Pemerintah kembali menerbitkan dua Permendag lagi yakni Permendag No.6/2022 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng dan Permendag No.8/2022 tentang DMO dan Kewajiban Harga Domestik (DPO) CPO. Tiga kebijakan tersebut yakni DMO, DPO dan HET baru dipatuhi pada pertengahan Februari 2022. Hingga Maret 2022, rata-rata harga migor nasional mulai berangsur turun, tapi tidak mencapai HET.
Untuk menurunkan harga migor lebih cepat, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) No. 170/2022 tentang DMO dan DPO pada 9 Maret 2022. Beleid itu mengatur bahwa DMO dinaikkan menjadi 30%. Namun kebijakan ini mendapat penolakan dari kalangan pengusaha dan hanya berjalan seminggu, kemudian pemerintah memutuskan untuk menghapus kebijakan tersebut.
Kemudian Kementerian Perdagangan meminta kepala dinas tingkat provinsi bidang perdagangan memberikan relaksasi terhadap pelaksanaan ketentuan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng sawit kemasan sederhana dan premium. Permintaan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2022 tentang Relaksasi Penetapan Harga Minyak Goreng Sawit Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium. Hal ini dapat diartikan produsen di daerah boleh menjual minyak goreng kemasan sederhana dan premium di atas HET.
Selanjutnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS. Peraturan tersebut mengatur kewajiban penyediaan minyak goreng curah di dalam negeri untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dan menjaga kestabilan harga serta terjangkau oleh masyarakat dan usaha mikro dan kecil (UMK).
Memasuki bulan Ramadan tahun 2022, selain harga sejumlah kebutuhan pokok mengalami kenaikan, minyak goreng curah atau kemasan konsisten masih mahal. Sementara, stok minyak goreng curah di beberapa tempat mulai berkurang sehingga membuat resah pedagang maupun konsumen. Hal itu terjadi sejak pengetatan yang dilakukan pemerintah terkait pemberlakukan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah.
Dampak penerapan HET itu mempengaruhi stok minyak goreng curah. Stok minyak goreng curah yang diterima pedagang jauh lebih sedikit dari biasanya dan tidak boleh menjual stok minyak goreng curah ke pedagang pasar lain. Pembeli yang diperbolehkan mendapat minyak goreng curah, hanya dari kalangan perajin tahu, kerupuk, penjual gorengan, dan pemilik warung makan.
Sesuai dengan pernyataan Menteri Perdagangan, mending minyak goreng ada tapi mahal atau murah tapi langka, bagi pedagang tidak jadi persoalan. Hal yang justru dipersoalkan pedagang adalah kelangkaan minyak goreng. Adanya patokan harga ini jadi menyulikan penjual. Masalahnya, pembatasan stok minyak goreng itu yang justru membuat pedagang kesulitan karena digunakan untuk berjualan.
Selamat melaksanakan Ibadah Puasa Ramadhan 1443 H/2022 M. Mohon Maaf Lahir dan Bathin Minyak Goreng Masih Mahal. (***) (Anton AS)
By Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar Banten DKI Jkt/Dosen Politik Hukum Perlindungan Konsumen & Kebijakan Publik Pascasarjana Universitas Pasundan Bandung, Dr. Firman T Endipradja